Putri
Tandampalik
Dahulu, terdapat sebuah negeri
yang bernama
negeri Luwu, yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh seorang
raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, sering dipanggil Raja atau Datu
Luwu. Karena sikapnya yang adil, arif dan bijaksana, maka rakyatnya hidup
makmur. Sebagian besar pekerjaan rakyat Luwu adalah petani dan nelayan. Datu
Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, namanya Putri
Tandampalik. Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk
di antaranya Raja Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu.
![](images/mht1746(1).jpg)
Raja Bone ingin menikahkan anaknya dengan Putri Tandampalik. Ia
mengutus beberapa utusannya untuk menemui Datu Luwu untuk melamar Putri
Tandampalik. Datu Luwu menjadi bimbang, karena dalam adatnya, seorang gadis Luwu
tidak dibenarkan menikah dengan pemuda dari negeri lain. Tetapi, jika lamaran
tersebut ditolak, ia khawatir akan terjadi perang dan akan membuat rakyat
menderita. Meskipun berat akibat yang akan diterima, Datu Lawu memutuskan untuk
menerima pinangan itu. "Biarlah aku dikutuk asal rakyatku tidak menderita,"
pikir Datu Luwu.
Beberapa hari kemudian utusan Raja Bone tiba ke negeri Luwu.
Mereka sangat sopan dan ramah. Tidak ada iringan pasukan atau armada perang di
pelabuhan, seperti yang diperkirakan oleh Datu Luwu. Datu Luwu menerima utusan
itu dengan ramah. Saat mereka mengutarakan maksud kedatangannya, Datu Luwu belum
bisa memberikan jawaban menerima atau menolak lamaran tersebut. Utusan Raja Bone
memahami dan mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun pulang kembali ke
negerinya.
Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri
Tandampalik jatuh sakit.
Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan
sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang
penyakit menular yang berbahaya. Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu
dirundung kesedihan. Datu Luwu yang mereka hormati dan Putri Tandampalik yang
mereka cintai sedang mendapat musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang,
Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan
tertular jika Putri Tandampalik tidak diasingkan ke daerah lain. Keputusan itu
dipilih Datu Luwu dengan berat hati. Putri Tandampalik tidak berkecil hati atau
marah pada ayahandanya. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal
setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri
Tandampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang
anaknya.
![](images/mht1749(1).jpg)
![](images/mht174C(1).jpg)
Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau.
Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya
dengan lembut. Semula, Putri Tandampalik hendak mengusirnya. Tapi, hewan itu
tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya ia diamkan saja. Ajaib! Setelah
berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa
bekas. Kulitnya kembali halus dan bersih seperti semula. Putri Tandampalik
terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya telah sembuh. "Sejak saat ini
kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, karena hewan ini
telah membuatku sembuh," kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya.
Permintaan Putri Tandampalik itu langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau
Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang berada di Pulau Wajo dibiarkan hidup
bebas dan beranak pinak.
Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh
seorang pemuda yang tampan. "Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu
bisa berada di tempat seperti ini?" tanya pemuda itu dengan lembut. Lalu Putri
Tandampalik menceritakan semuanya. "Wahai pemuda, siapa dirimu dan dari mana
asalmu ?" tanya Putri Tandampalik. Pemuda itu tidak menjawab, tapi justru balik
bertanya, "Putri Tandampalik maukah engkau menjadi istriku?" Sebelum Putri
Tandampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri Tandampalik
merasa mimpinya merupakan tanda baik baginya.
Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang
asyik berburu.
Ia ditemani oleh Anre Pguru Pakanranyeng Panglima Kerajaan Bone dan
beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau
ia sudah terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut,
Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya. Suara-suara hewan malam membuatnya
terus terjaga dan gelisah. Di kejauhanm, ia melihat seberkas cahaya. Ia
memberanikan diri untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu
berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana,
Putra Mahkota memasuki sebuah rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia
ketika melihat seorang gadis cantik sedang menjerang air di dalam rumah itu.
Gadis cantik itu tidak lain adalah Putri Tandampalik.
![](images/mht174F(1).jpg)
"Mungkinkah ada bidadari di tempat asing begini ?" pikir putra
Mahkota. Merasa ada yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh. Sang Putri
tergagap," rasanya dialah pemuda yang ada dalam mimpiku," pikirnya. Kemudian
mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri
Tandampalik merasa pemuda yang kini berada di hadapannya adalah seorang pemuda
yang halus tutur bahasanya. Meski ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan
rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik adalah seorang
gadis yang anggun tetapi tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang
sederhana membuat Putra Mahkota kagum dan langsing menaruh hati.
Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota
kembali ke negerinya karena banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana
Bone. Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, ingatan sang Pangeran selalu
tertuju pada wajah cantik itu. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau
Wajo. Anre Guru Pakanyareng, Panglima Perang Kerajaan Bone yang ikut serta
menemani Putra Mahkota berburu, mengetahui apa yang dirasakan oleh anak rajanya
itu. Anre Guru Pakanyareng sering melihat Putra Mahkota duduk berlama-lama di
tepi telaga. Maka Anre Guru Pakanyareng segera menghadap Raja Bone dan
menceritakan semua kejadian yang mereka alami di pulau Wajo. "Hamba mengusulkan
Paduka segera melamar Putri Tandampalik," kata Anre Guru Pakanyareng. Raja Bone
setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.
Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik
tidak langsung menerima lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memberikan keris pusaka
Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketia ia di asingkan. Putri Tandampalik
mengatakan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan
diterima. Putra Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan
berhari-hari dijalani oleh Putra Mahkota dengan penuh semangat. Setelah sampai
di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri
Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.
Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik
tersebut. Datu Luwu merasa Putra Mahkota adalah seorang pemuda yang gigih,
bertutur kata lembut, sopan dan penuh semangat.
Maka ia pun menerima keris
pusaka itu dengan tulus. Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang
mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan
anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah
mengasingkan anaknya. Tetapi sebaliknya, Putri Tandampalik bersyukur karena
rakyat Luwu terhindar dari penyakit menular yang dideritanya. Akhirnya Putri
Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo.
Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif
dan bijaksana.
![](images/mht1752(1).jpg)
0 comments:
Post a Comment