Perilaku
Caleg Gagal
BELAKANGAN ini, tingkah tidak tak terpuji yang ditunjukkan oleh calon
anggota legislatif (Caleg) yang gagal meraih suara dalam Pemilu Legislatif 2014
meruyak di mana-mana. Nyaris terjadi di hampir seluruh penjuru negeri ini.
Hasil penghitungan suara secara
resmi belum diumumkan. Namun, berdasarkan hitung cepat atau data-data yang
diperoleh dari saksi-saksi usai penghitungan suara di kelompok penyelenggara
pemungutan suara (KPPS), para caleg sudah bisa mengetahui perolehan suaranya
masing-masing.
Perolehan suara itulah yang kemudian
memicu perilaku tak terpuji itu. Di Aceh Selatan, ada caleg yang meminta
kembali uang yang mereka berikan kepada pemilih. Sementara di Aceh Utara
seorang caleg meminta kembali bola voli yang diberikan kepada pemuda gampong
(desa). Di wilayah lain negeri ini, ada pula caleg yang menutup ruas jalan yang
memanfaatkan tanah miliknya.
Semua tindakan ini dikarenakan
mereka tidak meraih suara seperti diinginkan. Mereka berharap, berbagai
pemberian, kemudahan, atau fasilitas yang diberikan kepada masyarakat atau
pemilih itu berbalik menjadi sumber suara bagi mereka. Fakta yang kontras
dengan harapan itulah yang kemudian membuat para caleg ini berbuat tak patut
tersebut.
Tindakan tak lazim ini,
sesungguhnya, akhirnya membuka kondisi perpolitikan di negeri ini, terutama
dalam upaya meraih atau mempertahankan kekuasaan. Tindakan ini membuka tabir
motif sebagian para caleg yang gagal. Selain itu, juga mengungkap perilaku
rakyat sebagai pemilih.
Ungkapan “ambil uangnya, jangan
pilih orangnya” seakan terkonfirmasi jelas oleh tindakan caleg yang meminta
kembali berbagai pemberian tersebut. Sebagian caleg sendiri, pada akhirnya, tak
bisa membantah bahwa mereka juga menghalalkan segala cara untuk merebut atau
mempertahankan kekuasaan.
Kondisi ini tentu memilukan. Betapa
tidak. Misalnya, dari sisi para caleg. Mereka berkompetisi untuk meraih
kekuasaan guna menjalankan, menyelenggarakan, kekuasaan negara, yang menurut
Ramlan Surbakti adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk
membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama.
Dengan cara dan polah seperti
terungkap di atas, bisakah mereka mewujudkan kebaikan bersama tersebut?
Tidakkah saat meraih kekuasaan kelak dengan cara seperti itu justru pada
akhirnya mereka hanya akan berbuat untuk kepentingan diri atau kelompoknya
sendiri?
Kondisi bangsa dan negara kita masih
akan terus-menerus menghadapi tantangan berat saat ini dan masa mendatang.
Negara membutuhkan kerja keras dari sosok-sosok penyelenggara negara yang
mumpuni dan terutama berkarakter terpuji. Tentu, kalau mereka terpilih, bisa
kita bayangkan bagaimana wajah negara dan bangsa ini.
Perilaku para caleg itu juga
memperlihatkan bagaimana rekrutmen para kader oleh partai politik. Perekrutan
belum dilakukan secara terencana, terukur dan matang, kalau kita segan
mengatakan secara asal-asalan. Terkesan pula bahwa penempatan mereka sebagai
caleg hanya demi mengisi daftar calon tetap (DCT).
Jadi, belum terlihat adanya
pendidikan politik yang dilakukan oleh parpol terhadap para kadernya. Tidak
tergambar adanya sosok pejuang, pekerja keras, berani dan tabah menghadapi
tantangan—bahkan sebuah kekalahan. Gambaran umum bahwa politisi itu adalah
seorang ideolog sekaligus idealis runtuh di tangan para caleg pragmatis dan
oportunis seperti ini.
Kita berharap hal ini menjadi
pelajaran bagi parpol. Fenomena seperti ini harus menyadarkan kita bahwa tak
sedikit orang-orang tak bertanggung jawab yang berusaha menjadi penguasa negara
atau daerah. Parpol wajib mengeliminir kader seperti ini. Mereka tak patut
mengemban visi mulia parpol.
Fenomena ini juga menjadi pelajaran
bagi masyarakat. Kita beruntung mereka ini tak terpilih. Karenanya, kita harus
menjadikan hasil sekaligus polah caleg yang tak bertanggung jawab ini sebagai
sarana seleksi. Kita tidak perlu memilih mereka. Kelak, bila perlu, ajukan
protes kepada parpol yang masih mengusung kader bersangkutan atau kader-kader
oportunis dan pragmatis lainnya.
Hanya dengan cara demikian kita bisa
memperbaiki wajah penyelenggaraan kekuasaan negara menjadi bersih dari korupsi,
kolusi atau nepotisme. Artinya, harapan kita untuk menjadi sejahtera kian
terbuka.
0 comments:
Post a Comment