Hikmah
Tahun Baru Islam
Hari ini umat Islam memahsuki
Tahun baru Hijriyah 1435 H. Detik-detik pergantian tahun selalu menjadi pusat
perhatian hampir seluruh umat manusia. Sudah menjadi hal yang lumrah bila malam
pergantian tahun selalu meriah dengan acara yang semarak. Semaraknya malam
pergantian tahun bahkan telah melalaikan manusia akan makna waktu dan lalai
terhadap mengingat Allah. Tetapi kita juga jumpai segelintir hamba Allah yang
dengan penuh harap dan takut berhitung diri (muhasabah) agar mendapatkan
keberkahan dengan makin berkurangnya usia di dunia.
Pergantian tahun
merupakan salah satu ukuran pergantian waktu yang tak dapat dielakkan. Waktu
yang sudah bergerak tak dapat ditahan dan diundurkan lagi. Setiap ruangan waktu
memilki kejadiannya sendiri. Dalam waktu terkandung jejak perjalanan manusia
yang akan diputar ulang kelak di hadapan pencipta waktu, Allah SWT.
Banyak manusia yang
dengan waktunya memperoleh kejayaan dan tidak sedikit yang merasa waktu yang
dimilikinya sebagai duri yang terus menusuk jiwanya. Orang yang memperoleh
kejayaan adalah orang yang menggunakan waktunya dengan melakukan amal sebanyak
dan sebaik mungkin. Detik, menit, jam dan hari yang dimiliki orang sukses
adalah jejak ikhtiar yang menjadi investasi kejayaannya. Sedangkan bagi manusia
yang menderita adalah mereka yang waktu-waktunya dilewatkan dengan melalaikan
potensi dan momen yang dimilikinya. Banyak nikmat yang tidak disyukuri dan
banyak momen yang terlewat sehingga mereka tidak mendapat apa-apa dari waktu
yang dimilikinya.
Sejarah
Tahun Baru
Perayaan tahun baru
adalah hari libur tertua sepanjang sejarah. Tahun baru pertama dirayakan di
Babilonia kuno sekitar 4000 tahun yang lalu. Sekitar tahun 2000 SM, Tahun baru
Babilonia dimulai pada bulan baru (tepatnya pada bulan sabit pertama terlihat)
setelah “Vernal Equinox” (hari pertama musim semi).
Awal musim semi adalah
saat yang tepat merayakan tahun baru. Disamping semua itu, saat itu merupakan
saatnya “kelahiran kembali”, saat tumbuhnya pepohonan dan tanaman. Tanggal 1
Januari, di lain sisi, tidak memiliki arti astronomi maupun pertanian. Jadi
bagi mereka tidaklah masuk akal untuk merayakan tahun baru pada hari itu. Tahun
baru babilonia berlangsung selama 11 hari. Tiap hari memiliki jenis perayaan yang
berbeda dan unik.
Setelah bangsa
Babilonia, kemudian bangsa Romawi kemudian menetapkan tahun baru pada bulan
Maret, tapi kemudia perhitungan kalender mereka tercampur aduk dengan kelender
dari kerajaan-kerajaan lain sehingga kemudia kalender tersebut tidak sejalan
dengan pergerakan matahari.
Tahun
Baru Islam
Di ajaran Islam,
permulaan Tahun Baru Islam ditetapkan sejak masa Khalifah Umar bin Khattab.
Khalifah Umar setelah bermusyawarah dengan sahabat Nabi SAW lainnya menetapkan
Tahun Baru Islam dimulai tanggal 1 Muharram. Tanggal 1 Muharram pada Kalender
Hijriyah merupakan tonggak bersejaran dimana Nabi Muhammad SAW beserta Sahabat
dan pengikutnya melakukan hijarh dari Mekah ke Madinah. Sejak peristiwa Hijarh
iniliah Islam mengalami perkembangan pesat dan penyebarannya meluas ke luar
Jazirah Arab.
Pada Kalender Hijriyah
yang memakai perhitungan peredaran bulan, terkandung hitungan penentuan
peribadahan kaum muslimin seperti penentuan 1 Muharram, Bulan Ramadlan, , Idul
Fitri, Pelaksanaan Haji Idul Adlha, Puasa sunnah. Selain itu sejarah Rasulullah
dan Shahabat dalam Sirah Nabawiyah tercatat dengan tepat dalam hitungan
Kalender Hijriyah.
Hakikat
Waktu
Pergantian tahun
mengingatkan kita bahwa jatah hidup kita di dunia ini semakin berkurang.
Seorang ulama besar, Imam Hasan Al-Basri, mengatakan, ”Wahai anak Adam,
sesungguhnya Anda bagian dari hari, apabila satu hari berlalu, maka berlalu
pulalah sebagian hidupmu.”
Dengan makna seperti itu, seharusnyalah kalau pergantian tahun justru mesti kita manfaatkan untuk mengevaluasi (muhasabah) diri. Allah SWT berfirman,
Dengan makna seperti itu, seharusnyalah kalau pergantian tahun justru mesti kita manfaatkan untuk mengevaluasi (muhasabah) diri. Allah SWT berfirman,
$pkr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qà)®?$#
©!$#
öÝàZtFø9ur
Ó§øÿtR
$¨B
ôMtB£s%
7tóÏ9
(
(#qà)¨?$#ur
©!$#
4
¨bÎ)
©!$#
7Î7yz
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
ÇÊÑÈ
”Wahai orang-orang beriman bertakwalah kalian
kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkan
untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa-apa yang kalian kerjakan.” (QS 59: 18).
Khalifah Umar bin
Khathab menyatakan, ”Hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung.
Timbanglah amal-amal kalian sebelum ditimbang. Bersiaplah untuk menghadapi hari
yang amat dahsyat. Pada hari itu segala sesuatu yang ada pada diri kalian
menjadi jelas, tidak ada yang tersembunyi.”
Rasulullah SAW bersabda,
”Tidaklah melangkah kaki seorang anak Adam di hari kiamat sebelum
ditanyakan kepadanya empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan,
tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana diperoleh
dan ke mana dihabiskan, dan tentang ilmunya untuk apa dimanfaatkan.” (HR
Tirmidzi).
Terkait dengan usia itu,
Rasulullah SAW menjelaskan, ‘‘Sebaik-baik manusia ialah yang panjang umurnya
dan baik amal perbuatannya, sedangkan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang
umurnya tetapi buruk amal perbuatannya.” (HR Tirmidzi).
Al Quran juga menuntun
kita agar tidak merugi ditelan waktu. Hanya orang yang beriman, beramal sholeh,
saling menasehati dalam mentaati kebenaran dan menetapi kesabaranlah yang akan
menikmati keberuntungan. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Ashr/103:1-3
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Hikmah
Tahun Baru Islam
Dengan mengingat hakikat
waktu, seorang muslim diharapkan semakin hati-hati memanfaatkan waktu yang
tersedia. Tahun baru yang merupakan bagian dari waktu perlu direnungi untuk
mendapatkan pelajaran (ibrah) dalam rangka meningkatkan pemahaman dan amal.
Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa pergantian Tahun Masehi
sebagai berikut :
1.
Senantiasa Mengingat waktu.
Pergantian tahun baru
pada hakikatnya adalah mengingatkan manusia tentang pentingnya waktu. Imam
Syahid Hasan Al-Banna berkata, ”Siapa yang mengetahui arti waktu berarti
mengetahui arti kehidupan. Sebab, waktu adalah kehidupan itu sendiri.”
Dengan begitu, orang-orang
yang selalu menyia-nyiakan waktu dan umurnya adalah orang yang tidak memahami
arti hidup. Ulama kharismatik, Dr Yusuf Qardhawi, dalam kitab Al-Waqtu fi
Hayatil Muslim menjelaskan tentang tiga ciri waktu. Pertama, waktu itu cepat
berlalunya. Kedua, waktu yang berlalu tidak akan mungkin kembali lagi. Dan
ketiga, waktu itu adalah harta yang paling mahal bagi orang beriman.
2.
Memahami Pentingnya Peningkatan Diri
Orang yang sukses
senantiasa mengingat dan memperhitungkan apakan hari ini telah dilewati dengan
mendapatkan prestasi yang lebih baik dari kemarin atau tidak. Dengan demikian
seorang muslim akan terus meningkatkan diri untuk terus menambah keberuntungan hidupnya
agar tidak tertipu waktu apalagi celaka.
Semoga kita termasuk
golongan orang yang sukses yaitu amal hari ini lebih baik dari hari kemarin.
Semoga kita terhindar menjadi oarnag yang tertipu waktu dan celaka karena amal
yang dikerjakan hari ini sama saja bahkan lebih buruk dari hari kemarin.
3.
Merefleksikan Makna Hijrah dalam Kehidupan Sehari-hari
Hijrah berarti berpindah
atau meninggalkan. Dalam makna ini, hijrah memiliki dua bentuk. Hijrah
Makaniyah (fisik) dan Hijrah Ma’nawiyah. Hijrah makaniyah (hakiki) adalah
berpindah secara fisik, dari satu tempat ke tempat lain. Adapun hijrah secara
ma’nawiyah ditegaskan dalam firman Allah swt.
“Dan berkatalah Ibrahim:
“Sesungguhnya aku senantiasa berhijrah kepada Tuhanku; sesungguhnya Dialah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”Al-Ankabut:26.
“Dan perbuatan dosa
tinggalkanlah.” Al-Muddatsir:5
Bentuk-bentuk hijrah
maknawiyah di antaranya Meninggalkan kebiasaan mengacuhkan karunia Allah
menjadi hamba yang pandai bersyukur. Berpindah dari kehidupan jauh dari tuntunan
agama kearah kehidupan yang relijius dan Islami. Berpindah dari sifat-sifat
munafik, plin-plan, menjadi konsisten atau istiqomah. Berpindah dari cara-cara
haram dalam menggapai tujuan ke arah cara-cara jujur dan halal.
Hijrah juga berarti
berkomitmen kuat memegang pinsip kebenaran dan keadilan dan meninggalkan
kebatilan dan kezhaliman. Meninggalkan perbuatan, makanan dan pakaian yang
haram menjadi hidup sehat dan produkif. Meninggalkan perbuatan buruk dan dosa
menuju taat dan berbuat baik hanya kepada Allah swt.
Hijrah juga serius
meninggalkan kedengkian, menjauhi korupsi, tidak saling menjatuhkan sesama
orang berima dan enggan saling menghujat. Hijrah juga mermaknai meninggalkan
kesia-siaan, merubah kebiasaan hidup menjadi beban, dan tidak mau hidup dalam
kebohongan.
Rasulullah saw. bersabda
yang diriwayatkan Imam Bukhari: “Barangsiapa yang berhijrah untuk Allah dan
Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang berhijrah
untuk dunia (untuk memperoleh keuntungan duniawi) dan untuk menikahi wanita
maka hijrah itu untuk apa yang diniatkan nya.”
Wallahu’a’lam.
0 comments:
Post a Comment